Beberapa waktu yang lalu, salah satu klien kami (perusahaan lokal) bertanya dan meminta solusi atas permasalahan di perusahaan yang dipimpinnya. Sebut saja, perusahaan klien kami sebagai PT AAA. Klien tersebut menceritakan bahwa customernya, sebuah perusahaan consumer goods multinasional paling terkemuka di dunia, mensyaratkan implementasi JIT bagi seluruh supplier mereka. Singkat cerita, JIT pun mulai diterapkan di PT AAA.
Seperti yang kita ketahui, JIT memiliki tujuan utama untuk meminimalkan inventori. Bahkan idealnya adalah 0 (nol). Selain itu, JIT juga memiliki manfaat lain berupa: biaya yang lebih murah, menghemat ruang, memperpendek lead time, dan lain sebagainya.
Namun seiring waktu, PT AAA menemukan kesulitan dalam penerapan JIT. Karena ternyata menggunakan JIT justru tidak mampu memenuhi permintaan dari customer secara tepat waktu. JIT juga dianggap gagal karena nyatanya tidak mampu meminimalisir jumlah inventori. Akhirnya, PT AAA kembali kepada cara lama, yaitu menumpuk inventori sebanyak mungkin.
Perlu diketahui, bahwa customer tersebut menggunakan kanban sebagai perintah order bagi PT AAA. Jadi, customer akan mengirimkan kanban (kanban perintah untuk melakukan produksi) ke PT AAA. Kemudian, customer mengirimkan armada transportasinya untuk mengambil finish goods di gudang PT AAA.
Sepintas memang tidak ada yang salah dengan cara tersebut. Namun begitu kami mengetahui kanban yang digunakan, nampaklah kekurangan informasi pada kanban yang membuat PT AAA harus selalu menumpuk inventori. Pada kanban tersebut tidak dicantumkan informasi mengenai waktu pengambilan produk oleh customer dari gudang finish goods PT AAA.
Tidak adanya informasi mengenai waktu pengambilan produk pada kanban tersebut lah yang membuat PT AAA menumpuk inventorinya tinggi-tinggi. Penumpukan inventori terpaksa dilakukan karena PT AAA tidak ingin kehabisan stok bila sewaktu-waktu customer datang untuk mengambil produk PT AAA.
Hal tersebut diatas sudah menyalahi kaidah JIT itu sendiri. Karena setiap perusahaan yang menerapkan JIT haruslah mampu memenuhi keinginan customer dalam hal:
- Ketepatan jumlah produk.
- Kesesuaian produk dengan keinginan customer.
- Kapan (waktu) produk tersebut dibutuhkan oleh customer.
Dalam kasus ini, tentu problem utama bukan terletak pada PT AAA. Bagaimana mungkin PT AAA (atau bahkan perusahaan Anda) dapat menerapkan JIT bila tidak tahu kapan produknya akan diambil? Malah, ada gurauan dari karyawan PT AAA bahwa customer tersebut sengaja tidak mencantumkan waktu delivery supaya bisa menumpang gudang secara gratis.
Solusi yang dapat kami berikan pada PT AAA tersebut adalah membicarakan ulang kontrak yang telah disepakati. Termasuk didalamnya harus dibahas lebih mendetail tentang JIT yang dipersyaratkan untuk diterapkan bagi supplier. Apakah JIT yang sesungguhnya, ataukah hanya pura-pura JIT untuk menumpang gudang para supplier? Semoga di masa mendatang tidak ada lagi "kesengajaan" seperti ini.
Panji Rolandi
Penulis dapat dihubungi melalui email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.