Pertanyaan:
Salam Produktivitas,
Pengasuh yang terhormat, saya adalah seorang supervisor produksi yang menangani sekitar 60 orang karyawan.
Belakangan ini, banyak kasus karyawan tidak hadir karena dispensasi dari serikat maupun tidak sesuai jadwal kerja. Bahkan ada seorang karyawan yang sering Alpa dan sudah diberikan peringatan baik dari SP 1, SP 2, SP 3 sampai skorsing diberikan, tetapi kemudian karyawan tersebut tetap mengulangi dengan berbagai alasan yang tidak dapat diterima. Melihat hal ini kami pun melaporkan ke departemen HRD, namun oleh HRD, Spv produksi diminta memberikan kembali SP 1 bukannya di-PHK sesuai dengan PKB (perjanjian kerja bersama).
Selain itu, terdapat kasus : 2 orang karyawan memprovokasi karyawan untuk melakukan mogok kerja mengenai solidaritas untuk PT lain yang satu grup akan ada PHK. Ybs dijatuhi sanksi skorsing, tetapi malah ada demo karyawan lagi mendukung 2 orang tersebut, bahkan sampai menyandera manajemen sampai malam hari jam 23:00.
Semenjak saat itu, absensi dan kedisiplinan karyawan menjadi turun drastis, bahkan Spv pun sudah tidak dianggap lagi, sedangkan dari pihak manajemen meminta Spv untuk menegakkan disiplin karyawan lagi.
Melihat kondisi karyawan dan serikat yang demikian, kami mohon bantuan dari pengasuh, bagaimana cara menangani dengan baik.
Terima kasih
Salam
Eko (disamarkan)
Spv Produksi
PT M. (disamarkan)
Jawaban:
Pak Eko yth,
Terima kasih telah mengirimkan surat ini kepada kami. Dengan senang hati kami akan memberikan masukan untuk menangani persoalan di tempat kerja Pak Eko.
Bila kita rujuk dari kedua persoalan di PT M, maka dapat diketahui bahwa akar persoalan adalah tidak konsistennya manajemen dalam menegakkan peraturan / perjanjian kerja yang telah dibuat / disepakati bersama. Inkonsistensi inilah yang lambat laun menurunkan kredibilitas manajemen di mata karyawan.
Kami ibaratkan seperti mengelola suatu negara supaya lebih mudah bagi segenap pembaca newsletter Integra dalam memahami konteks yang kami sampaikan.
Setiap perusahaan ibaratnya sebuah negara dalam ukuran mini. Sedangkan serikat pekerja adalah seperti partai oposisi dalam negara tersebut. Sedangkan manajemen ibaratnya pemerintah yang sah dari negara mini tersebut. Hanya saja, tidak ada demokrasi untuk menjalankan pemerintahan dalam negara mini ini. Pemerintahan berlaku secara otoriter. Itulah sebabnya diperlukan serikat pekerja untuk menjalankan perannya dalam melindungi hak pekerja.
Perlu digaris bawahi, bahwa serikat pekerja didirikan HANYA untuk melindungi hak-hak para pekerja dalam lingkup suatu perusahaan. Tidak kurang dan tidak lebih. Sangat diharamkan bagi serikat pekerja untuk campur tangan dalam mengelola perusahaan atau kegiatan lain yang mempengaruhi jalannya pengelolaan suatu perusahaan. Walaupun masih dalam lingkup grup perusahaan yang sama. Serikat pekerja sama sekali tidak berhak mengatur siapa yang diberhentikan dan siapa yang diskorsing.
Demikian juga, tidak ada kekebalan hukum bagi anggota / pengurus serikat pekerja. Manajemen haruslah bertindak tegas terhadap siapapun yang melanggar aturan / perjanjian kerja. Aturan dibuat untuk dilaksanakan, bukan untuk dilanggar.
Dari kasus yang Pak Eko paparkan diatas, dapat diketahui bahwa HRD (manajemen) mencoba menggunakan cara “politis” untuk meredam efek serikat pekerja. Namun, perlu kami sampaikan bahwa cara-cara seperti itu tidak akan menyelesaikan persoalan. Cara seperti itu hanya menunda dampak persoalan sementara waktu saja.
Perlu juga diketahui, bahwa sebenarnya mayoritas pekerja umumnya tidak menaruh perhatian pada isu-isu seperti yang Pak Eko sampaikan diatas. Para pengurus serikat pekerja lah yang seringkali mengerahkan rekan-rekannya untuk hal itu.
Yang juga membuat kami bertanya-tanya adalah, kenapa serikat pekerja bisa memberikan dispensasi pada karyawan? Jika serikat pekerja bisa memberikan dispensasi, maka serikat pekerja kedudukannya sejajar dengan manajemen. Ini sudah menyalahi prinsip perusahaan itu sendiri.
Sedangkan mengenai cara penanganan untuk meningkatkan disiplin dan absensi karyawan oleh supervisor, terus terang hal itu kurang pada tempatnya. Karena akar persoalan bukan pada ketidak tegasan supervisor, namun lebih pada ketidak tegasan manajemen. Supervisor akan mampu menjaga kedisiplinan karyawan, hanya jika manajemen mampu tegas terhadap peraturan tanpa pandang bulu.
Oleh karena itu kami sarankan bagi manajemen untuk berdialog dengan seluruh pekerja. Jangan hanya berdialog dengan segelintir anggota serikat pekerja. Akan jauh lebih baik jika owner atau direktur utama yang turun langsung untuk berdialog. Kemukakan semua hal secara terbuka. Termasuk rencana perusahaan kedepan, cara mencapainya, hambatannya, dan lain sebagainya. Tak lupa kemukakan juga kenapa manajemen berniat mem-PHK karyawan di perusahaan lain yang satu grup.
Langkah selanjutnya, adalah ganti manajemen perusahaan. Kejadian seperti ini tidak mungkin terjadi hanya dalam kurun waktu seminggu-dua minggu. Jika peraturan maupun perjanjian kerja bersama (PKB) telah ada dan bahkan detail, maka ada semacam “pembiaran” oleh manajemen untuk melanggar / membengkokkan aturan yang telah ada. Disengaja atau pun tidak disengaja, pembiaran seperti itu tidak boleh terjadi lagi.
Pernahkah kita mendengar atau membaca ada demo karyawan perusahaan PMA Jepang? Hampir tidak pernah bukan. Ada cara menarik yang dilakukan oleh perusahaan PMA asal Jepang dalam mengorganisasi para pekerjanya.
Sancho (direktur utama) tiap bulan selalu mengadakan pertemuan dengan seluruh pekerja. Mulai dari office boy hingga direktur tiap departemen semuanya berkumpul jadi satu di ruang terbuka. Kemudian Sancho membacakan pencapaian perusahaan dalam bulan itu. Laporan tersebut sangat detail hingga pada untung/rugi perusahaan. Karyawan pun juga tahu, berapa kira-kira mereka akan mendapatkan bonus di akhir tahun nanti.
Keterbukaan informasi seperti ini sangat penting untuk menjaga kelancaran pengelolaan perusahaan. Keterbukaan informasi seperti ini menjadikan setiap pekerja memiliki hak dan kuasa untuk memutuskan sikapnya terhadap manajemen perusahaan. Dengan kata lain, serikat pekerja hampir tidak mempunyai peran. Malah mayoritas karyawan PMA Jepang enggan membuat serikat pekerja.
Bukan berarti kami di Integra tidak menyukai serikat pekerja, sama sekali tidak seperti itu. Yang kami tidak suka adalah tindakan segelintir orang menggerakkan rekan-rekannya hanya untuk tujuan yang menguntungkan diri sendiri maupun kelompoknya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga membantu Pak Eko dan manajemen dalam mengambil segenap tindakan yang diperlukan.
Note:
Mengingat jawaban surat ini kami tulis untuk umum, maka kami harap Pak Eko dapat memaklumi jika jawaban yang kami berikan kurang “detail” seperti jawaban rubrik konsultasi biasanya.
Hubungi saya melalui Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. jika Pak Eko tertarik untuk memecahkan persoalan ini lebih lanjut.